Happy Reading! ^^
KRIIING
Terdengar nyaring suara bel yang menandakan berakhirnya proses belajar mengajar
di KAIHS pada hari itu. Di suatu ruangan, tepatnya kelas X-2 tampak murid-murid
yang sebelumnya terlihat lemas berubah menjadi semangat setelah mendengar suara
bak alunan dari surga itu.
“Sasuke-kun, ayo kita pulang.” Ucap Sakura pada Sasuke yang sedang
membereskan buku-buku milik pemuda itu.
Setelah dirasa tidak ada yang tertinggal, Sasuke menyampirkan tasnya ke
bahu miliknya. “Hn, ayo.” Ucap Sasuke sembari beranjak dari bagkunya. Saat
melewati bangku milik Hinata, pemuda itu tersenyum pada si-pemilik-bangku dan
berpamitan kepadanya, dan dibalas anggukan oleh gadis lavender itu. Sakura yang
sedari tadi mengekor di belakang Sasuke hanya terdiam melihatnya.
Di perjalanan pulang, Sakura dan Sasuke hanya terdiam sembari berjalan
beriringan. Sakura yang merasa canggung dengan keadaan tersebut mencoba untuk
memulai pembicaraan.
“Sasuke-kun, tadi kau ke mana saja? Tumben sekali kau membolos
pelajaran.”
“Hn, tidak apa-apa. Aku hanya mengantar Hinata berkeliling sekolah, dan
ternyata itu memakan waktu yang cukup lama.” Jawab Sasuke dan dijawab dengan
gumaman kecil oleh Sakura.
“Uum.. menurutmu Hinata-chan orangnya bagaimana, ne?” Tanya Sakura
lagi.
“Hinata menurutku gadis yang lembut. Ia juga gadis yang baik.” Ucap
Sasuke tanpa melihat Sakura. Pemuda itu tersenyum dan padangannya sedikit
melembut saat mendeskripsikan gadis yang menjadi bahan pembicaraan mereka saat
ini. Melihat ekspresi Sasuke yang melembut, Sakura hanya terdiam dan tak
membalas perkataan Sasuke. Ia sedikit mengangguk lalu kembali meluruskan
padangannya. Ia sedikit menengadahkan kepalanya, melirik langit yang terlihat
bersih tanpa awan.
Perjalanan mereka berlangsung hening setelah pembicaraan terkahir
mereka. Sampai akhirnya mereka telah sampai di persimpangan di dekat cafe
Himawari. Sepasang makhluk berbeda gender itu terhenti.
“Baiklah, sampai jumpa besok Sakura.” Ucap Sasuke sambil mengusap pucuk
kepala Sakura. Sakura hanya menunduk. Kemudian ia mengangkat kepalanya dan
tersenyum. “Iya, hati-hati Sasuke-kun.” Sasuke hanya tersenyum kecil sembari
bergumam. Lalu, pemuda itu mengangkat tangannya dan berjalan ke arah kanan.
Memang, Rumah Sasuke dan Sakura berbeda arah, Rumah Sasuke berbelok ke kanan,
sedangkan arah ke Rumah Sakura lurus.
Sakura menengokkan kepalanya ke arah Kanan, menatap punggung pemuda
raven yang semakin lama semakin menjauh dan yang kemudian hilang dari padangan
mata emeraldnya pada belokan berikutnya. Lalu, gadis merah muda itu mengedarkan
tatapannya ke arah langit. Tatapan sepasang iris emerald itu menerawang sendu
ke arah hamparan permadani biru yang terpampang di hadapannya.
“Kami-sama, apa yang akan terjadi?”
.
.
.
.
.
Matahari pagi telah memamerkan sinar keemasannya. Penduduk kota Konoha
mulai menjalani aktivitas mereka masing-masing. Di salah satu sudut Jalan kota
Konoha terlihat seorang gadis bersurai merah muda sedang menyandarkan
punggungnya di dinding bewarna peach milik cafe Himawari.
Ya. Seperti pagi-pagi lainnya, Sakura menunggu Sasuke di persimpangan
Cafe Himawari. Sepertinya gadis merah muda itu sudah mulai bosan, terlihat dari
gerakan tubuhnya yang mulai tidak tenang.
“Huuh.. Sasuke-kun lama sekali sih.” Gerutu Sakura pelan.
Gadis itu sesekali melihat jam tangan putih yang melingkar manis di
pergelangan tangan kirinya.
“Uukh.. Cepatlah datang Sasuke-kun. Kalau sampai kita telat, awas saja kau
pantat ayam jelek.” Kutuk Sakura pada pemuda yang sedang ditunggunya. Demi
celana kotak milik sponge bewarna kuning yang sering Sakura liat saat kecil,
Sasuke tidak pernah terlambat sampai begitu lama seperti saat ini. Oke. Mungkin
memang tuan muda satu itu susah dibangunkan. Tapi seterlambat-terlambatnya
Sasuke paling hanya sekitar 15 menit saja. Dan sekarang Sakura sudah menunggu
sekitar 40 menit. Lebih sialnya lagi, Jam tangan milik Sakura telah menunjukkan
angka 07.05 yang berarti 25 menit lagi pelajaran akan dimulai. Sedangkan dari
persimpangan cafe Himawari ke sekolah mereka, membutuhkan waktu paling cepat
kurang lebih 15 menit.
“Jangan-jangan terjadi suatu hal
buruk pada Sasuke-kun? Atau jangan-jangan dia terjatuh ke dalam lubang
perbaikan jalan saat menuju ke sini?
Atau Sasuke-kun sedang menyebrangkan nenek-nenek dan akhirnya dimintai
untuk mengantarkannya pulang?” Pikiran Sakura sudah mulai tidak tenang
dengan dengan berbagai macam asumsi—buruk menurutnya, tetapi sangat konyol
untuk manusia normal— yang melintas di otaknya.
TINN TIINNN
Indra pendengaran Sakura menangkap suara klakson yang sepertinya tepat
di hadapannya, kemudian gadis itu menengadahkan kepalanya. Sepasang iris
emeraldnya melihat seorang pemuda yang memakai seragam yang sama
dengannya—tentu saja celana, bukan rok lipat seperti miliknya— yang sedang
berada di atas motor sport merah lengkap dengan helm merahnya.
“Eh, Sasori-kun?” Sapa Sakura yang sepertinya masih bingung.
“Hei nona manis, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Sasori setelah
melepas helmnya.
“ Ih, jangan panggil aku seperti itu.” Runtuk Sakura sebal.
“Baiklah-baiklah, nona cerewet. Jadi.. apa yang kau lakukan di
sini,eh?” Alis Sakura berkedut-kedut mendengar panggilan Sasori untuknya.
“Bukan urusanmu.” Jawab Sakura sekenanya. Sasori turun dari motornya
dan berdiri di depan Sakura.
“Aa, jahat sekali kau. Aku kira kita berteman.”
“Memang kita berteman bukan?”
“Yap. Jadi apa yang kau lakukan?” Tanya pemuda merah itu lagi.
“Kau cerewet sekali tuan.”
“Perkataanmu menjadi lumayan pedas juga,eh? Baiklah-baiklah Sakura. Aku
minta maaf.”
“Baiklah aku memaafkanmu, asal kau menraktirku jus strawberry.” Ucap
Sakura kembali riang.
“Hei, kau benar-benar jahat sekali. Tapi, baiklah. Jadi?”
“Jadi apa?” Tanya sakura polos.
“Jadi apa yang kau lakukan di sini nona?” Tanya Sasori jengkel. Alisnya
berkedut-kedut menahan kesal.
“Oh, aku sedang menunggu Sasuke-kun. Kami berdua berangkat bersama
setiap hari.” Jelas Sakura.
“Kau tidak tahu ini sudah pukul berapa? Apakah jam tanganmu itu sudah
tidak berfungsi,ne?”
“Jamku masih hidup kok, dan sekarang pukul 07.15.” Jawab Sakura polos.
Lagi-lagi alis Sasori berkedut-kedut mendengar jawaban Sakura dan raut mukanya
yang kelewat polos itu.
“Kau gila atau apa? Kau ingin terlambat? “
“Tidak. Tapi Sasuke-kun belum datang.”
“Ayo berangkat denganku. Biarkan saja Uchiha itu.” Ajak Sasori.
“Tidak mau, nanti Sasuke-kun mencariku.” Tolak Sakura.
“Tapi kau sudah menunggu berapa lama di sini? Mungkin dia tidak masuk
sekolah.”
“Atau bahkan meninggalkanmu.”
Tambah Sasori dalam hati.
“Kalau Sasuke-kun tidak masuk, dia akan menghubungiku. Jadi tidak
mungkin.” Elak Sakura.
Perdebatan diantara Sasori dan Sakura terus berlanjut. Hingga 5 menit
kemudian, mereka berdua sama-sama terdiam.
“Baiklah.. aku ikut denganmu.” Ucap Sakura pasrah setelah kalah debat
dengan Sasori.
“Nah, begitu dari tadi. Nanti kau ngambek saja pada Uchiha.” Saran
Sasori.
“Tidak mau. Kekanakan sekali jalan pikiranmu,ne Sasori-kun. Mungkin
saja Sasuke ada urusan.”
“Cerewet, aku tidak kekanak-kanakan tau.”
“Iya, Wajahmu juga kekanak-kanakan.” Ejek sakura sambil terkekeh geli.
“Biar saja, yang penting aku tampan.” Ucap Sasori narsis sambil
menjulurkan lidahnya.
“Sudahlah, ayo berangkat.” Ajak Sasori. Pemuda itu menarik lengan
Sakura untuk mengikutinya.
“Yang cepat Sasori-kun. Nanti kita terlambat.” Ucap Sakura
“Baiklah-baiklah, nona muda. Pegangan yang erat, aku akan mengebut.”
Tangan Sasori menarik lengan Sakura agar melingkar di pinggangnya. Wajah Sakura
sedikit memanas akibat tindakan Sasori. Dengan canggung, gadis itu melingkarkan
tangannya pada pinggang Sasori. Setelah dirasa Sakura sudah berpegangan cukup erat, Sasori mulai melajukan motornya
dengan cepat.
.
.
.
.
.
“Fiuuh.. untung saja kita tidak terlambat ya Sasori-kun.” Ucap Sakura
sembari menghembuskan napas lega. Mereka berdua berjalan beriringan menuju
kelas mereka.
“ Tentu saja, ini semua berkat aku.” Ujar Sasori sambil menyeringai.
“Yayaa.. Ini semua berkat kau. Terimakasih ya Sasori-kun.” Ucap Sakura
dengan senyum manis. Melihatnya, Sasori hanya mengangguk dan balas tersenyum
kecil.
“Ayo cepat, nanti keburu sensei sudah datang.” Sakura menarik tangan
Sasori dan berlari-lari kecil. Sedangkan Sasori hanya memperlebar langkahnya.
“Santai saja Sakura. Yang penting kita tidak terkunci di luar. Nanti
kau akan lelah.” Ucap Sasori tapi dihiraukan oleh Sakura.
Saat hampir sampai di kelas X-2, Sasori berjalan mendahului Sakura dan
membuka pintu ruang tersebut. Sasori terdiam menunggu Sakura untuk masuk
terlebih dahulu. Setelah Sakura masuk, baru ia yang masuk dan menutup pintu
kelasnya.
“Terimakasih, ne Sasori-kun.” Ucap Sakura. Yang hanya dibalas senyuman
kecil oleh Sasori.
Saat sudah di ruangan kelasnya Sakura mengedarkan pandangannya dan
menyapa teman-temannya seperti biasanya. Dan alangkah terkejutnya, saat iris
emerald gadis itu menemukan pemuda berambut raven mencuat yang sedang
berbincang ria dengan seorang gadis beriris lavender yang sedang duduk dibangku
miliknya.
Sesaat gadis merah muda itu terdiam mematung. Kemudian kesadarannya
mulai kembali saat lengannya ditarik oleh Sasori.
“Ohayou Uchiha.” Sapa Sasori
pada Sasuke.
“Ohayou Akasuna-san. Daan.. eh, Sakura? Ohayou. Tumben kau datang jam
segini?” Ucap Sasuke tanpa rasa bersalah. Alis Sasori berkedut seketika
mendengar balasan yang terlontar dari mulut brengsek—menurut Sasori— pemuda
raven itu. Demi Tuhan! Dia pikir karena siapa Sakura hampir terlambat? Dan
tidak tahukah si Uchiha itu berapa lama Sakura menunggunya?
Saat tangan Sasori ingin menggebrak meja, tangan mungil Sakura menahan
pergerakan tangan pemuda itu. “Sudahlah.” Bisik Sakura pelan pada Sasori.
“Tidak apa-apa kok Sasuke-kun. Umm, Hinata-chan permisi. Aku ingin
duduk.” Ucap Sakura dengan tersenyum. Tetapi senyumannya tidak mencapai mata
indah milik gadis itu. Sasori tahu akan hal itu, Karena tidak tahan akhirnya
Sasori angkat bicara.
“Hei Uchiha, kau kira karena siapa Sakura hampir terlambat,eh?” Ucap Sasori sarkastik pada Sasuke. Sasuke
mengernyitkan dahinya mendengar pertanyaan yang dilontarkan pemuda merah itu.
Sakura yang berjalan menuju bangkunya terkejut mendengar ucapan Sasori, begitu
pula Hinata yang terdiam di tempat ia berdiri.
“Cih, jangan berlagak bodoh Uchiha. Aku kira otak jeniusmu itu cukup
pintar untuk mengetahui apa yang aku maksud? Atau jangan-jangan otak jeniusmu
itu sudah rusak karena telah tercuci oleh omongan dari iblis bermuka malaikat,eh?”
Ejek Sasori pada Sasuke sekaligus mengejek kau-tahu-siapa-lah.
“Permisi Akasuna-san. Aku tidak tahu apa salahku padamu sehingga kau
menjelek-jelekkan aku seperti itu.” Ucap Sasuke tetap tenang. Walaupun dirinya
sedikit panas dengan ejekkan Sasori yang ditunjukkan kepadanya.
“Kau memang tidak mempunyai salah apapun padaku. Tapi pada Sakura. Kau
tidak tahu berapa lama dia menunggumu di persimpangan jalan seperti orang tolol
yang menunggu seorang pemuda brengsek yang
ternyata sedang bersenang-senang dengan orang lain, dan kau bahkan tidak
mengetahui di mana letak kesalahanmu? Demi Kami-sama! Aku tidak tahu mengapa
Sakura begitu mempercayai orang sepertimu?” Ucapan Sasori berhasil menarik
perhatian satu kelas. Ino dan Tenten yang merupakan sahabat Sakura lainnya
langsung menghampiri Sakura. Tidak jauh berbeda dengan Ino dan Tenten,
berpasang-pasang mata di rungan itu melihat ke arah mereka berempat. Berbagai
macam tatapan terlihat, mulai dari tatapan kasihan dan prihatin untuk Sakura,
tatapan kagum untuk Sasori atas keberaniannya berbicara kasar pada Sasuke, atau
bahkan tatapan mencela yang kebanyakkan untuk Hinata dan beberapa untuk Sasuke.
Mendengar itu Sasuke langsung bangkit dan menghadap ke arah Sakura.
“Bernarkah itu Sakura? Astaga, Demi Tuhan. Aku lupa memberitahumu kalau hari
ini Hinata meminta tolong padaku untuk berangkat bersamanya karena ia tidak ada
yang mengantar. Maafkan aku Sakura, sungguh! Aku tahu aku salah, maafkan aku
Sakura.” Ucap Sasuke panik pada Sakura. Hinata merutuki ucapan Sasuke yang
membawa-bawa nama dirinya sehingga seluruh kelas menatapnya dengan pandangan
yang tidak mengenakkan. Seluruh kelas juga sedikit terkejut, baru pertama kali
mereka melihat Sasuke yang panik. Biasanya Sasuke selalu tenang dalam
menghadapi masalah seperti apapun.
Sakura yang bingung dan merasa tidak enak dengan tatapan-tatapan dari
teman-temannya langsung menjawab Sasuke. “Aku tidak apa-apa kok Sasuke-kun.”
Ucap Sakura seadanya.
“Benarkah? Aku minta maaf Sakura. Aku benar-benar lupa. Lalu bagaimana
dengan keadaan tubuhmu? Apa kau pusing? Kau mau ke UKS?” Tanya Sasuke
bertubi-tubi. Sudah menjadi rahasia umum bila keadaan tubuh Sakura yang lemah,
dan Sasuke yang selalu menjaga Sakura karena mereka berdua merupakan sahabat
sejak kecil. Jadi teman-temannya tidak heran mengapa Sasuke begitu khawatir
pada Sakura. Sakura yang begitu mudah memaafkan Sasuke, mebuat Sasori menjadi
sedikit jengkel.
“Hei Uchiha. Mudah sekali kau mengatakan lupa dan meminta maaf. Dan kau
jidat, kenapa kau tidak mengucapkan apa yang ingin kau ucapkan?” Ucap Sasori
kembali bersuara.
“Apa masalahmu Akasuna-san?” Tanya Sasuke sedikit tersulut.
“Hei,hei.. Sudahlah kalian bedua. Hentikan. Sasori-kun, aku tidak
apa-apa kok. Terimakasih sudah mengkhawatirkanku. Dan Sasuke-kun, jangan marah
pada Sasori-kun.” Lerai Sakura. Sasori hanya berdecih kesal dan duduk di
bangkunya.
“Maaf teman-teman, karena kami sudah membuat keributan.” Ucap Sakura
membungkukkan badan pada seluruh teman-teman kelasnya. Teman-teman sekelasnya
ada yang menjawab tidak keberatan adapula yang kembali ke aktivitas awalnya.
Tentu saja mereka tidak bisa marah pada Sakura, mereka semua begitu menyayangi
Sakura.
Suasana sudah mulai kembali
normal. Guru yang mengajar tidak kunjung datang, sepertinya pelajaran
fisika kali ini akan kosong. Akhirnya, Sakura memilih mengobrol bersama Ino dan
Tenten yang duduk di dekatnya. Sedangkan Sasuke yang akhirnya memilih membaca
novel karena moodnya sedikit terganggu karena kejadian tadi. Dan Sasori yang
asyik bermain psp karena jengkel, sedangkan Hinata hanya duduk terdiam, karena
beberapa temannya terkadang menunjuk ke arahnya.
.
.
.
.
KRIINGG
Bel istirahat telah berdering, sebagian besar penghuni X-2 langsung
berhamburan ke luar kelas saat itu juga. Tidak berbeda dari yang lainnya,
Sakura langsung berdiri dari bangkunya.
“Ne, Sasori-kun aku tagih janjimu yang tadi.” Ucap Sakura pada Sasori.
Sasori hanya menoleh malas ke arah Sakura. Kemudian, gadis merah muda itu
berlari kecil menghampiri Sasori.
“Ayooo..~” Rajuk Sakura pada Sasori sambil menarik-narik kecil lengan
Sasori.
Sasori menatap Sakura malas. “Baiklah-baiklah, jadi siapa yang tadi
mengejekku kekanak-kanakan dan sekarang ia sendiri yang bertindak
kekanak-kanakan?” Tanya Sasori sambil menyeringai.
“Huh, aku tebak dia pasti gadis yang cantik, baik, dan manis. Benar
‘kan Sasori-kun?” Balas Sakura menyeringai.
“Cih, percaya diri sekali kau.”
“Kenyataan di dunia ini tidak dapat dihindari,eh? Ne, Sasuke-kun kau
mau ikut ke kantin bersama kami?” Ajak Sakura pada Sasuke. Sasori berdecih
lirih. Dia sedang tidak ingin berurusan dengan Uchiha satu itu.
“Hmm.. Baiklah aku ikut.” Ucap Sasuke menerima tawaran Sakura.
“Ne,ne.. Hinata-chan mau ikut juga?” Ajak Sakura pada Hinata juga. Demi
dollar pertama milik Mr.Crab! Saat itu juga Sasori ingin menatapkan kepalanya
ke dinding dengan keras. Kini Sasori yakin sepenuhnya, ada yang salah dengan
otak milik gadis merah muda itu. Bisa-bisanya ia tetap bersikap baik pada orang
yang –sangat jelas—ingin berbuat jahat kepadanya? Sasori benar-benar tidak
mengerti jalan pikiran gadis itu.
“Apakah boleh?” Tanya Hinata sedikit takut karena dihadiahi berbagai
mamcam tatapan milik murid-murid X-2 yang tersisa.
“Tentu saja.” Jawab Sakura sembari tersenyum. Kemudian Hinata bangkit
dari posisi awalnya dan menghampiri mereka bertiga. Kemudian mereka berempat
beranjak pergi ke kantin. Di perjalanan mereka berempat cukup menarik perhatian
siswa-siswi KAIHS. Tentu saja. Mereka berempat mempunyai wajah di atas
rata-rata. Siapa yang tidak kagum melihat mereka berjalan berempat beriringan.
Perjalanan diramaikan oleh Sakura dan Sasori yang berdebat maupun bercanda, dan
juga obrolan ringan Sasuke dengan Hinata ataupun Sakura.
.
.
.
.
.
.
Bulan ketiga kepindahan Sasori dan Hinata, ada sedikit kejanggalan
terhadap Sasuke. Sasuke lebih memilih menghabiskan waktu bersama Hinata.
Terkadang Sasuke juga berangkat atau pulang bersama Hinata. Sakura sedikit
merasakan suatu perasaan yang aneh saat melihat mereka.
“Apa Sasuke-kun mulai menyukai
Hinata-chan? Bukankah ia telah berjanji tidak akan menganggap serius akan hal
apapun?” Pikir Sakura melayang. Saat ini, seperti biasa Sakura sedang
pulang bersama Sasuke.
“Umm.. Sasuke-kun aku boleh bertanya?” Tanya Sakura pada Sasuke.
“Tentu saja. Kau, ingin bertanya apa?” Ucap Sasuke lembut sambil
mengusap pucuk kepala Sakura. Sakura rindu dengan tangan Sasuke yang mengusap
atau bahkan mengacak-acak rambutnya. Sepertinya sudah lama sekali.
“Umm.. Apakah Sasuke-kun menyukai Hinata-chan?” Tanya Sakura hati-hati.
Sasuke sedikit terkejut mendengar pertanyaan Sakura. Kemudian pandangannya
melembut dan semburat merah menghiasi pipi tirusnya.
“Hmm.. Se.. Sepertinya. Aku juga tidak tahu.” Ucap Sasuke menahan malu.
Tiba-tiba ada perasaan asing yang muncul di hati Sakura. Ia menatap jalanan
sendu.
“Apa yang kau sukai dari Hinata-chan, ne Sasuke-kun?”
“Entalah, dia gadis yang baik, lembut, dan..ah.. aku tidak bisa
menjelaskannya. Memang kenapa Sakura?”
“Bukankah Sasuke-kun sudah berjanji tidak akan menganggap serius
terhadap hal apapun? Apa kali ini Sasuke-kun akan melanggarnya?” Tanya Sakura
sambil menatap sendu ke arah Sasuke.
“Aku..Aku tidak tahu Sakura. Aku pikir, sampai kapan kita akan terus
hidup dalam kebohongan? Maka dari itu, aku ingin mencoba serius kali ini.”
Tatapan Sasuke yang begitu dalam membuat Sakura bingung. Selama ini ia tidak
pernah menjalani apapun dengan serius. Sesuai dengan janjinya pada Sasuke saat
kecil, ia menganggap hidup ini adalah drama di mana ia hanya harus berakting
dengan baik dan dengan begitu semuanya akan baik-baik saja. Dan sekarang?
Sasuke akan mulai serius. Lalu dengan siapa ia menjalani kehidupan dramanya
ini?
“A..apa Sasuke-kun akan meninggalkanku?” Tanya Sakura sedih.
“Tentu saja tidak. Kita sahabat bukan? Aku berjanji tidak akan
meninggalkanmu.” Ucap Sasuke pada Sakura. Pemuda itu mengacungkan jari
kelingkingnya.
“Jangan khawatir.” Ucap pemuda itu lagi. Ia mengusap pucuk kepala
Sakura lembut dengan tangan satunya.
“Janji ya?” Tanya Sakura menatap Sasuke sambil mengaitkan kelingkingnya
pada kelingking Sasuke.
“Iya.” Jawab Sasuke tersenyum. Mereka berdua menghabiskan perjalan
mereka dengan candaan mereka seperti biasa. Tidak terasa, mereka telah sampai
di persimpangan cafe Himawari dan mereka berpisah. Sakura menatap punggung
tegap Sasuke sendu.
“Kami-sama..”
.
.
.
.
.
Ruang musik KAIHS terlihat ramai oleh kerumunan siswa-siswi yang
berkumpul. Sepertinya terjadi sesuatu yang menghebohkan, dilihat dari betapa
ramainya kerumunan itu. Terlihat di tengah kerumunan itu, terdapat dua orang
siswi bersurai indigo dan merah muda sedang beradu mulut.
“Jangan pernah sekali-sekali kau mengatai kedua orang tuaku!” Bentak si
gadis bersurai merah muda pada gadis indigo.
“Kheh, memang kenyataannya begitu bukan? Malang sekali kau. Dan Sasuke
berteman denganmu pun karena kasihan melihatmu yang selalu sendirian dan
kondisi tubuhmu yang lemah. Ia juga menjagamu karena perintah dari orang
tuanya. Harusnya kau cukup sadar diri untuk tahu bahwa kau hanya dikasihani.”
Ucap Hinata—si gadis indigo— sarkastik.
“Kau juga harusnya sadar diri, kau hanya pendatang baru. Dan kau dengan
jalangnya berani-beraninya mendekati Sasuke. Apa kau tidak sadar dengan
tatapan-tatapan orang lain? Apa kau buta,hah? Atau jangan-jangan otakmu terlalu
bebal untuk menanggapi mereka. Kau harusnya berterimakasih karena aku masih mau
berteman denganmu. Yang menyedihkan adalah dirimu yang tidak mempunyai
seorangpun teman. ” Balas Sakura kasar.
PLAKK
“Heh! Jaga ucapanmu jalang!” Bentak Hinata pada Sakura. Pipi Sakura
terasa amat sangat panas mendapat tamparan dari Hinata. Teman-teman Sakura yang
melihatnya ingin membalas perbuatan Hinata, tetapi dihentikkan oleh Sakura.
PLAAKK
Tamparan keras mendarat di pipi Hinata. Tubuh gadis itu terhuyung dan
jatuh di pelukan seseorang.
“SAKURA! APA YANG TELAH KAU LAKUKAN HAH!” Teriak pemuda yang sedang
memeluk Hinata. Suara baritone yang sangat dikenal Sakura.
“Ta..tapi dia yang memulai Sasuke-kun.” Ucap Sakura panik.
“Hiks..hiks.. Sa..Sasuke-kun pipiku sakit sekali.” Isak Hinata pada
Sasuke.
“Tidak Sasuke-kun. Dia yang memulai, dia mengejekku, dia mengataiku
jalang, dia juga telah menam..”
“CUKUP SAKURA. BERHENTI MENJELEK-JELEKAN HINATA.” Teriak Sasuke pada
Sakura lagi.
“Hinata.. apa kau tak apa-apa?” Tanya Sasuke khawatir yang hanya
dibalas gelengan lemah oleh Hinata.
“TAPI KENYATAANNYA GADIS JALANG ITU YANG MEM..”
PLAKK
“Jaga perkataanmu Haruno. Sudah cukup. Aku lelah. Kita hentikan semua
hubungan konyol kita. Lebih baik kau pergi saja dari kehidupanku.” Ucap Sasuke
dingin. Semua siswa yang melihat—amat sangat— terkejut. Yang benar saja?
Seorang Uchiha Sasuke menampar seorang Haruno Sakura?
Sakura sangat terkejut. Kali ini bukan hanya pipinya saja yang terasa
panas, hatinya terasa amat sangat panas. Sakit. Sakit sekali. Rasanya bagaikan
disayat seribu pedang. Air mata terus mengalir dari kedua matanya yang indah.
Ia tak kuasa menahan rasa sakit yang ia rasa. Satu-satunya orang yang mengerti
dirinya menamparnya dan bahkan menyuruhnya pergi dari kehidupannya. Sakit.
Tentu saja.
Ino dan Tenten yang melihat Sakura ditampar langsung maju dari
kerumunan dan menghampiri gadis merah muda itu. Sasuke dan Hinata pergi
meninggalkan kerumunan dengan Hinata yang dipapah oleh Sasuke. Melihat Sasuke
yang pergi bersama Hinata, Sakura merasakan perasaan yang lebih sakit dari perasaan
sedih. Perasaan sakit, sedih, kecewa, dan sebagainya bercampur menjadi satu.
Baru kemarin Sasuke berjanji tidak akan meninggalkannya. Namun sekarang? Di
depan matanya pemuda itu meninggalkan dirinya.
Sakura melepaskan dirinya dari pelukan Ino dan Tenten, Ia berlari
keluar dari kerumunan. Saat berlari tanpa sengaja ia menabrak bahu seseorang.
“Go..gomen.. aku sedang buru-buru.” Ucap Sakura masih terisak-isak.
“Sakura? Kau kenapa?” Tanya orang yang telah ditabrak Sakura yang
ternyata adalah Sasori.
Melihat Sasori, Sakura kembali menangis ia terdiam beberapa saat dengan
Sasori yang mencoba menenangkannya. Namun tak lama kemudian, Sakura kembali
berlari meninggalkan Sasori dan menghiraukan teriakkan pemuda yang tengah
memanggilnya itu.
Melihat tidak ada tanda-tanda Sakura mau menoleh, Sasori berlari
mengejar Sakura. Sakura terus berlari hingga keluar sekolah diikuti Sasori yang
masih mengejar Sakura. Saat dipersimpangan jalan Sakura terus berlari tanpa
menoleh ke kanan dan kiri. Saat itu juga ada mobil yang melaju dengan kencang.
Melihat ada Mobil yang melaju dengan kencang ke arah Sakura, Sasori menambah
kecepatan berlarinya.
“SAKURA BERHENTIII!!”
Tepat saat Sakura menyebrangi Jalan—
CKIIIIIIIITTTTTT
BRRRAAKKKKK
“SAKURAAAAAAAAAAAAA.”
Sakura merasa sekujur tubuhnya sakit, tetapi hatinya lebih sakit
daripada sakit yang ia rasakan pada tubuhnya. Ia masih bisa mendengar suara
Sasori yang begitu berisik memanggil-manggil namanya dengan nada syarat akan
kecemasan. Mendengarnya, Sakura ingin tertawa tetapi rasa sakit yang ia dera
tidak membiarkan ia tertawa. Tiba-tiba pandangan Sakura mulai menggelap, ia
masih bisa melihat kerumunan orang-orang menghampirinya dan wajah Sasori yang
begitu—jelek, menurut Sakura—yang sedang amat sangat panik.
“Jadi ini akhir hidupku,
Kami-sama? Kau baik sekali. Mengambil nyawaku di saat seperti ini. Kau juga
telah mengabulkan permintaan Sasuke-kun. Terimakasih atas segalanya Kami-sama.
Semoga Sasuke-kun bahagia.”
.
.
.
.
.
To Be Continued