Intros



Bienvenue sur mon blog!

There's alot of nostalgia here so bring along
your memory box as
I take you for a ride.


♥ ♥ ♥ ♥ ♥

♥Cherry's Pearl



Backsound by Dwitasari (@Dwitasaridwita) ♥



// Artificiality 3 Friday, 15 February 2013 | 05:51 | 2 comments


Happy Reading! ^^



KRIIING

Terdengar nyaring suara bel yang menandakan berakhirnya proses belajar mengajar di KAIHS pada hari itu. Di suatu ruangan, tepatnya kelas X-2 tampak murid-murid yang sebelumnya terlihat lemas berubah menjadi semangat setelah mendengar suara bak alunan dari surga itu.

“Sasuke-kun, ayo kita pulang.” Ucap Sakura pada Sasuke yang sedang membereskan buku-buku milik pemuda itu.

Setelah dirasa tidak ada yang tertinggal, Sasuke menyampirkan tasnya ke bahu miliknya. “Hn, ayo.” Ucap Sasuke sembari beranjak dari bagkunya. Saat melewati bangku milik Hinata, pemuda itu tersenyum pada si-pemilik-bangku dan berpamitan kepadanya, dan dibalas anggukan oleh gadis lavender itu. Sakura yang sedari tadi mengekor di belakang Sasuke hanya terdiam melihatnya.

Di perjalanan pulang, Sakura dan Sasuke hanya terdiam sembari berjalan beriringan. Sakura yang merasa canggung dengan keadaan tersebut mencoba untuk memulai pembicaraan.




“Sasuke-kun, tadi kau ke mana saja? Tumben sekali kau membolos pelajaran.”

“Hn, tidak apa-apa. Aku hanya mengantar Hinata berkeliling sekolah, dan ternyata itu memakan waktu yang cukup lama.” Jawab Sasuke dan dijawab dengan gumaman kecil oleh Sakura.

“Uum.. menurutmu Hinata-chan orangnya bagaimana, ne?” Tanya Sakura lagi.

“Hinata menurutku gadis yang lembut. Ia juga gadis yang baik.” Ucap Sasuke tanpa melihat Sakura. Pemuda itu tersenyum dan padangannya sedikit melembut saat mendeskripsikan gadis yang menjadi bahan pembicaraan mereka saat ini. Melihat ekspresi Sasuke yang melembut, Sakura hanya terdiam dan tak membalas perkataan Sasuke. Ia sedikit mengangguk lalu kembali meluruskan padangannya. Ia sedikit menengadahkan kepalanya, melirik langit yang terlihat bersih tanpa awan.

Perjalanan mereka berlangsung hening setelah pembicaraan terkahir mereka. Sampai akhirnya mereka telah sampai di persimpangan di dekat cafe Himawari. Sepasang makhluk berbeda gender itu terhenti.

“Baiklah, sampai jumpa besok Sakura.” Ucap Sasuke sambil mengusap pucuk kepala Sakura. Sakura hanya menunduk. Kemudian ia mengangkat kepalanya dan tersenyum. “Iya, hati-hati Sasuke-kun.” Sasuke hanya tersenyum kecil sembari bergumam. Lalu, pemuda itu mengangkat tangannya dan berjalan ke arah kanan. Memang, Rumah Sasuke dan Sakura berbeda arah, Rumah Sasuke berbelok ke kanan, sedangkan arah ke Rumah Sakura lurus.

Sakura menengokkan kepalanya ke arah Kanan, menatap punggung pemuda raven yang semakin lama semakin menjauh dan yang kemudian hilang dari padangan mata emeraldnya pada belokan berikutnya. Lalu, gadis merah muda itu mengedarkan tatapannya ke arah langit. Tatapan sepasang iris emerald itu menerawang sendu ke arah hamparan permadani biru yang terpampang di hadapannya.

Kami-sama, apa yang akan terjadi?”

.

.

.

.

.


Matahari pagi telah memamerkan sinar keemasannya. Penduduk kota Konoha mulai menjalani aktivitas mereka masing-masing. Di salah satu sudut Jalan kota Konoha terlihat seorang gadis bersurai merah muda sedang menyandarkan punggungnya di dinding bewarna peach milik cafe Himawari.

Ya. Seperti pagi-pagi lainnya, Sakura menunggu Sasuke di persimpangan Cafe Himawari. Sepertinya gadis merah muda itu sudah mulai bosan, terlihat dari gerakan tubuhnya yang mulai tidak tenang.

“Huuh.. Sasuke-kun lama sekali sih.” Gerutu Sakura pelan.

Gadis itu sesekali melihat jam tangan putih yang melingkar manis di pergelangan tangan kirinya.

“Uukh.. Cepatlah datang Sasuke-kun. Kalau sampai kita telat, awas saja kau pantat ayam jelek.” Kutuk Sakura pada pemuda yang sedang ditunggunya. Demi celana kotak milik sponge bewarna kuning yang sering Sakura liat saat kecil, Sasuke tidak pernah terlambat sampai begitu lama seperti saat ini. Oke. Mungkin memang tuan muda satu itu susah dibangunkan. Tapi seterlambat-terlambatnya Sasuke paling hanya sekitar 15 menit saja. Dan sekarang Sakura sudah menunggu sekitar 40 menit. Lebih sialnya lagi, Jam tangan milik Sakura telah menunjukkan angka 07.05 yang berarti 25 menit lagi pelajaran akan dimulai. Sedangkan dari persimpangan cafe Himawari ke sekolah mereka, membutuhkan waktu paling cepat kurang lebih 15 menit.

“Jangan-jangan terjadi suatu hal buruk pada Sasuke-kun? Atau jangan-jangan dia terjatuh ke dalam lubang perbaikan jalan saat menuju ke sini?  Atau Sasuke-kun sedang menyebrangkan nenek-nenek dan akhirnya dimintai untuk mengantarkannya pulang?” Pikiran Sakura sudah mulai tidak tenang dengan dengan berbagai macam asumsi—buruk menurutnya, tetapi sangat konyol untuk manusia normal— yang melintas di otaknya.

TINN TIINNN

Indra pendengaran Sakura menangkap suara klakson yang sepertinya tepat di hadapannya, kemudian gadis itu menengadahkan kepalanya. Sepasang iris emeraldnya melihat seorang pemuda yang memakai seragam yang sama dengannya—tentu saja celana, bukan rok lipat seperti miliknya— yang sedang berada di atas motor sport merah lengkap dengan helm merahnya.

“Eh, Sasori-kun?” Sapa Sakura yang sepertinya masih bingung.

“Hei nona manis, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Sasori setelah melepas helmnya.

“ Ih, jangan panggil aku seperti itu.” Runtuk Sakura sebal.

“Baiklah-baiklah, nona cerewet. Jadi.. apa yang kau lakukan di sini,eh?” Alis Sakura berkedut-kedut mendengar panggilan Sasori untuknya.

“Bukan urusanmu.” Jawab Sakura sekenanya. Sasori turun dari motornya dan berdiri di depan Sakura.

“Aa, jahat sekali kau. Aku kira kita berteman.”

“Memang kita berteman bukan?”

“Yap. Jadi apa yang kau lakukan?” Tanya pemuda merah itu lagi.

“Kau cerewet sekali tuan.”

“Perkataanmu menjadi lumayan pedas juga,eh? Baiklah-baiklah Sakura. Aku minta maaf.”

“Baiklah aku memaafkanmu, asal kau menraktirku jus strawberry.” Ucap Sakura kembali riang.

“Hei, kau benar-benar jahat sekali. Tapi, baiklah. Jadi?”

“Jadi apa?” Tanya sakura polos.

“Jadi apa yang kau lakukan di sini nona?” Tanya Sasori jengkel. Alisnya berkedut-kedut menahan kesal.

“Oh, aku sedang menunggu Sasuke-kun. Kami berdua berangkat bersama setiap hari.” Jelas Sakura.

“Kau tidak tahu ini sudah pukul berapa? Apakah jam tanganmu itu sudah tidak berfungsi,ne?”

“Jamku masih hidup kok, dan sekarang pukul 07.15.” Jawab Sakura polos. Lagi-lagi alis Sasori berkedut-kedut mendengar jawaban Sakura dan raut mukanya yang  kelewat polos itu.

“Kau gila atau apa? Kau ingin terlambat? “

“Tidak. Tapi Sasuke-kun belum datang.”

“Ayo berangkat denganku. Biarkan saja Uchiha itu.” Ajak Sasori.

“Tidak mau, nanti Sasuke-kun mencariku.” Tolak Sakura.

“Tapi kau sudah menunggu berapa lama di sini? Mungkin dia tidak masuk sekolah.”
Atau bahkan meninggalkanmu.” Tambah Sasori dalam hati.

“Kalau Sasuke-kun tidak masuk, dia akan menghubungiku. Jadi tidak mungkin.” Elak Sakura.

Perdebatan diantara Sasori dan Sakura terus berlanjut. Hingga 5 menit kemudian, mereka berdua sama-sama terdiam.

“Baiklah.. aku ikut denganmu.” Ucap Sakura pasrah setelah kalah debat dengan Sasori.

“Nah, begitu dari tadi. Nanti kau ngambek saja pada Uchiha.” Saran Sasori.

“Tidak mau. Kekanakan sekali jalan pikiranmu,ne Sasori-kun. Mungkin saja Sasuke ada urusan.”

“Cerewet, aku tidak kekanak-kanakan tau.”

“Iya, Wajahmu juga kekanak-kanakan.” Ejek sakura sambil terkekeh geli.

“Biar saja, yang penting aku tampan.” Ucap Sasori narsis sambil menjulurkan lidahnya.

“Sudahlah, ayo berangkat.” Ajak Sasori. Pemuda itu menarik lengan Sakura untuk mengikutinya.

“Yang cepat Sasori-kun. Nanti kita terlambat.” Ucap Sakura
                                                                                                                   
“Baiklah-baiklah, nona muda. Pegangan yang erat, aku akan mengebut.” Tangan Sasori menarik lengan Sakura agar melingkar di pinggangnya. Wajah Sakura sedikit memanas akibat tindakan Sasori. Dengan canggung, gadis itu melingkarkan tangannya pada pinggang Sasori. Setelah dirasa Sakura sudah berpegangan  cukup erat, Sasori mulai melajukan motornya dengan cepat.

.

.

.

.

.

“Fiuuh.. untung saja kita tidak terlambat ya Sasori-kun.” Ucap Sakura sembari menghembuskan napas lega. Mereka berdua berjalan beriringan menuju kelas mereka.

“ Tentu saja, ini semua berkat aku.” Ujar Sasori sambil menyeringai.

“Yayaa.. Ini semua berkat kau. Terimakasih ya Sasori-kun.” Ucap Sakura dengan senyum manis. Melihatnya, Sasori hanya mengangguk dan balas tersenyum kecil.

“Ayo cepat, nanti keburu sensei sudah datang.” Sakura menarik tangan Sasori dan berlari-lari kecil. Sedangkan Sasori hanya memperlebar langkahnya.
“Santai saja Sakura. Yang penting kita tidak terkunci di luar. Nanti kau akan lelah.” Ucap Sasori tapi dihiraukan oleh Sakura.

Saat hampir sampai di kelas X-2, Sasori berjalan mendahului Sakura dan membuka pintu ruang tersebut. Sasori terdiam menunggu Sakura untuk masuk terlebih dahulu. Setelah Sakura masuk, baru ia yang masuk dan menutup pintu kelasnya.

“Terimakasih, ne Sasori-kun.” Ucap Sakura. Yang hanya dibalas senyuman kecil oleh Sasori.

Saat sudah di ruangan kelasnya Sakura mengedarkan pandangannya dan menyapa teman-temannya seperti biasanya. Dan alangkah terkejutnya, saat iris emerald gadis itu menemukan pemuda berambut raven mencuat yang sedang berbincang ria dengan seorang gadis beriris lavender yang sedang duduk dibangku miliknya.

Sesaat gadis merah muda itu terdiam mematung. Kemudian kesadarannya mulai kembali saat lengannya ditarik oleh Sasori.

“Ohayou Uchiha.”  Sapa Sasori pada Sasuke.

“Ohayou Akasuna-san. Daan.. eh, Sakura? Ohayou. Tumben kau datang jam segini?” Ucap Sasuke tanpa rasa bersalah. Alis Sasori berkedut seketika mendengar balasan yang terlontar dari mulut brengsek—menurut Sasori— pemuda raven itu. Demi Tuhan! Dia pikir karena siapa Sakura hampir terlambat? Dan tidak tahukah si Uchiha itu berapa lama Sakura menunggunya? 

Saat tangan Sasori ingin menggebrak meja, tangan mungil Sakura menahan pergerakan tangan pemuda itu. “Sudahlah.” Bisik Sakura pelan pada Sasori.

“Tidak apa-apa kok Sasuke-kun. Umm, Hinata-chan permisi. Aku ingin duduk.” Ucap Sakura dengan tersenyum. Tetapi senyumannya tidak mencapai mata indah milik gadis itu. Sasori tahu akan hal itu, Karena tidak tahan akhirnya Sasori angkat bicara.

“Hei Uchiha, kau kira karena siapa Sakura hampir terlambat,eh?”  Ucap Sasori sarkastik pada Sasuke. Sasuke mengernyitkan dahinya mendengar pertanyaan yang dilontarkan pemuda merah itu. Sakura yang berjalan menuju bangkunya terkejut mendengar ucapan Sasori, begitu pula Hinata yang terdiam di tempat ia berdiri.

“Cih, jangan berlagak bodoh Uchiha. Aku kira otak jeniusmu itu cukup pintar untuk mengetahui apa yang aku maksud? Atau jangan-jangan otak jeniusmu itu sudah rusak karena telah tercuci oleh omongan dari iblis bermuka malaikat,eh?” Ejek Sasori pada Sasuke sekaligus mengejek kau-tahu-siapa-lah.

“Permisi Akasuna-san. Aku tidak tahu apa salahku padamu sehingga kau menjelek-jelekkan aku seperti itu.” Ucap Sasuke tetap tenang. Walaupun dirinya sedikit panas dengan ejekkan Sasori yang ditunjukkan kepadanya.

“Kau memang tidak mempunyai salah apapun padaku. Tapi pada Sakura. Kau tidak tahu berapa lama dia menunggumu di persimpangan jalan seperti orang tolol yang menunggu seorang pemuda brengsek yang  ternyata sedang bersenang-senang dengan orang lain, dan kau bahkan tidak mengetahui di mana letak kesalahanmu? Demi Kami-sama! Aku tidak tahu mengapa Sakura begitu mempercayai orang sepertimu?” Ucapan Sasori berhasil menarik perhatian satu kelas. Ino dan Tenten yang merupakan sahabat Sakura lainnya langsung menghampiri Sakura. Tidak jauh berbeda dengan Ino dan Tenten, berpasang-pasang mata di rungan itu melihat ke arah mereka berempat. Berbagai macam tatapan terlihat, mulai dari tatapan kasihan dan prihatin untuk Sakura, tatapan kagum untuk Sasori atas keberaniannya berbicara kasar pada Sasuke, atau bahkan tatapan mencela yang kebanyakkan untuk Hinata dan beberapa untuk Sasuke.

Mendengar itu Sasuke langsung bangkit dan menghadap ke arah Sakura. “Bernarkah itu Sakura? Astaga, Demi Tuhan. Aku lupa memberitahumu kalau hari ini Hinata meminta tolong padaku untuk berangkat bersamanya karena ia tidak ada yang mengantar. Maafkan aku Sakura, sungguh! Aku tahu aku salah, maafkan aku Sakura.” Ucap Sasuke panik pada Sakura. Hinata merutuki ucapan Sasuke yang membawa-bawa nama dirinya sehingga seluruh kelas menatapnya dengan pandangan yang tidak mengenakkan. Seluruh kelas juga sedikit terkejut, baru pertama kali mereka melihat Sasuke yang panik. Biasanya Sasuke selalu tenang dalam menghadapi masalah seperti apapun.

Sakura yang bingung dan merasa tidak enak dengan tatapan-tatapan dari teman-temannya langsung menjawab Sasuke. “Aku tidak apa-apa kok Sasuke-kun.” Ucap Sakura seadanya.

“Benarkah? Aku minta maaf Sakura. Aku benar-benar lupa. Lalu bagaimana dengan keadaan tubuhmu? Apa kau pusing? Kau mau ke UKS?” Tanya Sasuke bertubi-tubi. Sudah menjadi rahasia umum bila keadaan tubuh Sakura yang lemah, dan Sasuke yang selalu menjaga Sakura karena mereka berdua merupakan sahabat sejak kecil. Jadi teman-temannya tidak heran mengapa Sasuke begitu khawatir pada Sakura. Sakura yang begitu mudah memaafkan Sasuke, mebuat Sasori menjadi sedikit jengkel.

“Hei Uchiha. Mudah sekali kau mengatakan lupa dan meminta maaf. Dan kau jidat, kenapa kau tidak mengucapkan apa yang ingin kau ucapkan?” Ucap Sasori kembali bersuara.

“Apa masalahmu Akasuna-san?” Tanya Sasuke sedikit tersulut.

“Hei,hei.. Sudahlah kalian bedua. Hentikan. Sasori-kun, aku tidak apa-apa kok. Terimakasih sudah mengkhawatirkanku. Dan Sasuke-kun, jangan marah pada Sasori-kun.” Lerai Sakura. Sasori hanya berdecih kesal dan duduk di bangkunya.

“Maaf teman-teman, karena kami sudah membuat keributan.” Ucap Sakura membungkukkan badan pada seluruh teman-teman kelasnya. Teman-teman sekelasnya ada yang menjawab tidak keberatan adapula yang kembali ke aktivitas awalnya. Tentu saja mereka tidak bisa marah pada Sakura, mereka semua begitu menyayangi Sakura.

Suasana sudah mulai kembali  normal. Guru yang mengajar tidak kunjung datang, sepertinya pelajaran fisika kali ini akan kosong. Akhirnya, Sakura memilih mengobrol bersama Ino dan Tenten yang duduk di dekatnya. Sedangkan Sasuke yang akhirnya memilih membaca novel karena moodnya sedikit terganggu karena kejadian tadi. Dan Sasori yang asyik bermain psp karena jengkel, sedangkan Hinata hanya duduk terdiam, karena beberapa temannya terkadang menunjuk ke arahnya.

.

.

.

.

KRIINGG

Bel istirahat telah berdering, sebagian besar penghuni X-2 langsung berhamburan ke luar kelas saat itu juga. Tidak berbeda dari yang lainnya, Sakura langsung berdiri dari bangkunya.

“Ne, Sasori-kun aku tagih janjimu yang tadi.” Ucap Sakura pada Sasori. Sasori hanya menoleh malas ke arah Sakura. Kemudian, gadis merah muda itu berlari kecil menghampiri Sasori.

“Ayooo..~” Rajuk Sakura pada Sasori sambil menarik-narik kecil lengan Sasori.

Sasori menatap Sakura malas. “Baiklah-baiklah, jadi siapa yang tadi mengejekku kekanak-kanakan dan sekarang ia sendiri yang bertindak kekanak-kanakan?” Tanya Sasori sambil menyeringai.

“Huh, aku tebak dia pasti gadis yang cantik, baik, dan manis. Benar ‘kan Sasori-kun?” Balas Sakura menyeringai.

“Cih, percaya diri sekali kau.”

“Kenyataan di dunia ini tidak dapat dihindari,eh? Ne, Sasuke-kun kau mau ikut ke kantin bersama kami?” Ajak Sakura pada Sasuke. Sasori berdecih lirih. Dia sedang tidak ingin berurusan dengan Uchiha satu itu.

“Hmm.. Baiklah aku ikut.” Ucap Sasuke menerima tawaran Sakura.

“Ne,ne.. Hinata-chan mau ikut juga?” Ajak Sakura pada Hinata juga. Demi dollar pertama milik Mr.Crab! Saat itu juga Sasori ingin menatapkan kepalanya ke dinding dengan keras. Kini Sasori yakin sepenuhnya, ada yang salah dengan otak milik gadis merah muda itu. Bisa-bisanya ia tetap bersikap baik pada orang yang –sangat jelas—ingin berbuat jahat kepadanya? Sasori benar-benar tidak mengerti jalan pikiran gadis itu.

“Apakah boleh?” Tanya Hinata sedikit takut karena dihadiahi berbagai mamcam tatapan milik murid-murid X-2 yang tersisa.

“Tentu saja.” Jawab Sakura sembari tersenyum. Kemudian Hinata bangkit dari posisi awalnya dan menghampiri mereka bertiga. Kemudian mereka berempat beranjak pergi ke kantin. Di perjalanan mereka berempat cukup menarik perhatian siswa-siswi KAIHS. Tentu saja. Mereka berempat mempunyai wajah di atas rata-rata. Siapa yang tidak kagum melihat mereka berjalan berempat beriringan. Perjalanan diramaikan oleh Sakura dan Sasori yang berdebat maupun bercanda, dan juga obrolan ringan Sasuke dengan Hinata ataupun Sakura.

.

.

.

.

.

.
Bulan ketiga kepindahan Sasori dan Hinata, ada sedikit kejanggalan terhadap Sasuke. Sasuke lebih memilih menghabiskan waktu bersama Hinata. Terkadang Sasuke juga berangkat atau pulang bersama Hinata. Sakura sedikit merasakan suatu perasaan yang aneh saat melihat mereka.

“Apa Sasuke-kun mulai menyukai Hinata-chan? Bukankah ia telah berjanji tidak akan menganggap serius akan hal apapun?” Pikir Sakura melayang. Saat ini, seperti biasa Sakura sedang pulang bersama Sasuke.

“Umm.. Sasuke-kun aku boleh bertanya?” Tanya Sakura pada Sasuke.

“Tentu saja. Kau, ingin bertanya apa?” Ucap Sasuke lembut sambil mengusap pucuk kepala Sakura. Sakura rindu dengan tangan Sasuke yang mengusap atau bahkan mengacak-acak rambutnya. Sepertinya sudah lama sekali.

“Umm.. Apakah Sasuke-kun menyukai Hinata-chan?” Tanya Sakura hati-hati. Sasuke sedikit terkejut mendengar pertanyaan Sakura. Kemudian pandangannya melembut dan semburat merah menghiasi pipi tirusnya.

“Hmm.. Se.. Sepertinya. Aku juga tidak tahu.” Ucap Sasuke menahan malu. Tiba-tiba ada perasaan asing yang muncul di hati Sakura. Ia menatap jalanan sendu.

“Apa yang kau sukai dari Hinata-chan, ne Sasuke-kun?”

“Entalah, dia gadis yang baik, lembut, dan..ah.. aku tidak bisa menjelaskannya. Memang kenapa Sakura?”

“Bukankah Sasuke-kun sudah berjanji tidak akan menganggap serius terhadap hal apapun? Apa kali ini Sasuke-kun akan melanggarnya?” Tanya Sakura sambil menatap sendu ke arah Sasuke.

“Aku..Aku tidak tahu Sakura. Aku pikir, sampai kapan kita akan terus hidup dalam kebohongan? Maka dari itu, aku ingin mencoba serius kali ini.” Tatapan Sasuke yang begitu dalam membuat Sakura bingung. Selama ini ia tidak pernah menjalani apapun dengan serius. Sesuai dengan janjinya pada Sasuke saat kecil, ia menganggap hidup ini adalah drama di mana ia hanya harus berakting dengan baik dan dengan begitu semuanya akan baik-baik saja. Dan sekarang? Sasuke akan mulai serius. Lalu dengan siapa ia menjalani kehidupan dramanya ini?

“A..apa Sasuke-kun akan meninggalkanku?” Tanya Sakura sedih.

“Tentu saja tidak. Kita sahabat bukan? Aku berjanji tidak akan meninggalkanmu.” Ucap Sasuke pada Sakura. Pemuda itu mengacungkan jari kelingkingnya.

“Jangan khawatir.” Ucap pemuda itu lagi. Ia mengusap pucuk kepala Sakura lembut dengan tangan satunya.

“Janji ya?” Tanya Sakura menatap Sasuke sambil mengaitkan kelingkingnya pada kelingking Sasuke.

“Iya.” Jawab Sasuke tersenyum. Mereka berdua menghabiskan perjalan mereka dengan candaan mereka seperti biasa. Tidak terasa, mereka telah sampai di persimpangan cafe Himawari dan mereka berpisah. Sakura menatap punggung tegap Sasuke sendu.

Kami-sama..”
.

.

.

.

.

Ruang musik KAIHS terlihat ramai oleh kerumunan siswa-siswi yang berkumpul. Sepertinya terjadi sesuatu yang menghebohkan, dilihat dari betapa ramainya kerumunan itu. Terlihat di tengah kerumunan itu, terdapat dua orang siswi bersurai indigo dan merah muda sedang beradu mulut.

“Jangan pernah sekali-sekali kau mengatai kedua orang tuaku!” Bentak si gadis bersurai merah muda pada gadis indigo.

“Kheh, memang kenyataannya begitu bukan? Malang sekali kau. Dan Sasuke berteman denganmu pun karena kasihan melihatmu yang selalu sendirian dan kondisi tubuhmu yang lemah. Ia juga menjagamu karena perintah dari orang tuanya. Harusnya kau cukup sadar diri untuk tahu bahwa kau hanya dikasihani.” Ucap Hinata—si gadis indigo— sarkastik.

“Kau juga harusnya sadar diri, kau hanya pendatang baru. Dan kau dengan jalangnya berani-beraninya mendekati Sasuke. Apa kau tidak sadar dengan tatapan-tatapan orang lain? Apa kau buta,hah? Atau jangan-jangan otakmu terlalu bebal untuk menanggapi mereka. Kau harusnya berterimakasih karena aku masih mau berteman denganmu. Yang menyedihkan adalah dirimu yang tidak mempunyai seorangpun teman. ” Balas Sakura kasar.

PLAKK

“Heh! Jaga ucapanmu jalang!” Bentak Hinata pada Sakura. Pipi Sakura terasa amat sangat panas mendapat tamparan dari Hinata. Teman-teman Sakura yang melihatnya ingin membalas perbuatan Hinata, tetapi dihentikkan oleh Sakura.

PLAAKK

Tamparan keras mendarat di pipi Hinata. Tubuh gadis itu terhuyung dan jatuh di pelukan seseorang.

“SAKURA! APA YANG TELAH KAU LAKUKAN HAH!” Teriak pemuda yang sedang memeluk Hinata. Suara baritone yang sangat dikenal Sakura.

“Ta..tapi dia yang memulai Sasuke-kun.” Ucap Sakura panik.

“Hiks..hiks.. Sa..Sasuke-kun pipiku sakit sekali.” Isak Hinata pada Sasuke.

“Tidak Sasuke-kun. Dia yang memulai, dia mengejekku, dia mengataiku jalang, dia juga telah menam..”

“CUKUP SAKURA. BERHENTI MENJELEK-JELEKAN HINATA.” Teriak Sasuke pada Sakura lagi.

“Hinata.. apa kau tak apa-apa?” Tanya Sasuke khawatir yang hanya dibalas gelengan lemah oleh Hinata.

“TAPI KENYATAANNYA GADIS JALANG ITU YANG MEM..”

PLAKK

“Jaga perkataanmu Haruno. Sudah cukup. Aku lelah. Kita hentikan semua hubungan konyol kita. Lebih baik kau pergi saja dari kehidupanku.” Ucap Sasuke dingin. Semua siswa yang melihat—amat sangat— terkejut. Yang benar saja? Seorang Uchiha Sasuke menampar seorang Haruno Sakura?

Sakura sangat terkejut. Kali ini bukan hanya pipinya saja yang terasa panas, hatinya terasa amat sangat panas. Sakit. Sakit sekali. Rasanya bagaikan disayat seribu pedang. Air mata terus mengalir dari kedua matanya yang indah. Ia tak kuasa menahan rasa sakit yang ia rasa. Satu-satunya orang yang mengerti dirinya menamparnya dan bahkan menyuruhnya pergi dari kehidupannya. Sakit. Tentu saja.

Ino dan Tenten yang melihat Sakura ditampar langsung maju dari kerumunan dan menghampiri gadis merah muda itu. Sasuke dan Hinata pergi meninggalkan kerumunan dengan Hinata yang dipapah oleh Sasuke. Melihat Sasuke yang pergi bersama Hinata, Sakura merasakan perasaan yang lebih sakit dari perasaan sedih. Perasaan sakit, sedih, kecewa, dan sebagainya bercampur menjadi satu. Baru kemarin Sasuke berjanji tidak akan meninggalkannya. Namun sekarang? Di depan matanya pemuda itu meninggalkan dirinya.

Sakura melepaskan dirinya dari pelukan Ino dan Tenten, Ia berlari keluar dari kerumunan. Saat berlari tanpa sengaja ia menabrak bahu seseorang.

“Go..gomen.. aku sedang buru-buru.” Ucap Sakura masih terisak-isak.

“Sakura? Kau kenapa?” Tanya orang yang telah ditabrak Sakura yang ternyata adalah Sasori.

Melihat Sasori, Sakura kembali menangis ia terdiam beberapa saat dengan Sasori yang mencoba menenangkannya. Namun tak lama kemudian, Sakura kembali berlari meninggalkan Sasori dan menghiraukan teriakkan pemuda yang tengah memanggilnya itu.

Melihat tidak ada tanda-tanda Sakura mau menoleh, Sasori berlari mengejar Sakura. Sakura terus berlari hingga keluar sekolah diikuti Sasori yang masih mengejar Sakura. Saat dipersimpangan jalan Sakura terus berlari tanpa menoleh ke kanan dan kiri. Saat itu juga ada mobil yang melaju dengan kencang. Melihat ada Mobil yang melaju dengan kencang ke arah Sakura, Sasori menambah kecepatan berlarinya.

“SAKURA BERHENTIII!!”

Tepat saat Sakura menyebrangi Jalan—

CKIIIIIIIITTTTTT

BRRRAAKKKKK

“SAKURAAAAAAAAAAAAA.”

Sakura merasa sekujur tubuhnya sakit, tetapi hatinya lebih sakit daripada sakit yang ia rasakan pada tubuhnya. Ia masih bisa mendengar suara Sasori yang begitu berisik memanggil-manggil namanya dengan nada syarat akan kecemasan. Mendengarnya, Sakura ingin tertawa tetapi rasa sakit yang ia dera tidak membiarkan ia tertawa. Tiba-tiba pandangan Sakura mulai menggelap, ia masih bisa melihat kerumunan orang-orang menghampirinya dan wajah Sasori yang begitu—jelek, menurut Sakura—yang sedang amat sangat panik.

Jadi ini akhir hidupku, Kami-sama? Kau baik sekali. Mengambil nyawaku di saat seperti ini. Kau juga telah mengabulkan permintaan Sasuke-kun. Terimakasih atas segalanya Kami-sama. Semoga Sasuke-kun bahagia.”


.

.

.

.

.

To Be Continued